Sejarah Modern Tiongkok: Nasionalis Dan Komunis Berteman
Perang saudara antara Partai Nasionalis Tiongkok (中国国民党:Zhong Guo Guo Min Dang) dengan Partai Komunis Tiongkok (中国共产党:Zhong Guo Gong Chan Dang) dimulai pada tahun 1927. Pasukan Merah (红军:Hong Jun) yang dipimpin oleh 毛泽东 / Mao Ze Dong dan 朱德 / Zhu De menggunakan strategi gerilya untuk mengumpulkan kekuatan dan melawan pasukan 蒋介石 / Jiang Jie Shi.
Perang saudara berlangsung hingga 1937. Hasilnya adalah Mao Ze Dong berhasil lepas dari kejaran dan kepungan pasukan Jiang Jie Shi. Tidak hanya itu, Mao Ze Dong juga membentuk markas besar Partai Komunis Tiongkok di 延安 / Yan An. Di tengah panasnya perang saudara, momen ini justru menguntungkan Jepang yang memiliki niat menjajah seluruh wilayah Tiongkok. Pada saat itu, Jepang telah menguasai wilayah Manchuria (东北:Dong Bei) dan Taiwan.
Zhang Xue Liang dan Zhou En Lai
Melihat situasi ini, seorang jenderal pasukan nasionalis bernama 张学良 / Zhang Xue Liang mendesak Jiang Jie Shi untuk bersatu dengan Partai Komunis melawan Jepang. Namun, hal ini justru ditentang keras oleh Jiang Jie Shi, sebab membasmi Partai Komunis adalah kepentingan utama pemerintah nasionalis. Hal ini membuat Zhang Xue Liang sangat geram, sehingga ia melakukan aksi penangkapan Jiang Jie Shi. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 12 Desember 1936 yang dikenal sebagai Insiden Xi'An (西安事变:Xi'An Shi Bian). Peristiwa ini menggemparkan seluruh Tiongkok dan dunia.
Zhang Xue Liang mengundang perwakilan Partai Komunis yaitu 周恩来 / Zhou En Lai untuk bernegosiasi dengan Jiang Jie Shi. Zhou En Lai dulunya adalah asisten Jiang Jie Shi ketika bekerja di sekolah militer Huang Pu, dikenal sebagai tokoh Partai Komunis dalam sejarah Tiongkok yang sangat berpengaruh. Ia merupakan sahabat baik Mao Ze Dong dan seorang negosiator dan diplomat yang sangat hebat dalam sejarah Tiongkok.
Hasil dari negosiasi adalah menghentikan perang saudara, bersatu melawan Jepang, serta menjadikan Jiang Jie Shi sebagai panglima tertinggi negara. Kerja sama kedua partai nasionalis dengan partai komunis kembali terjalin, dengan tujuan melindungi bangsa dan negara dari penjajahan Jepang. Berkat kerja sama ini, kekuatan pasukan Tiongkok jauh lebih besar dibanding Jepang, walaupun secara teknologi dan armada darat Jepang lebih modern.
Karena armada Jepang yang sangat kuat, pasukan Tiongkok terus mundur ke wilayah lain untuk menyimpan kekuatan. Ada sebuah peristiwa yang sangat kejam dalam sejarah dunia, yang tidak akan pernah dilupakan oleh orang Tiongkok yaitu Pembantaian Massal Nan King (南京大屠杀:Nan Jing Da Tu Sha).
Korban pembantaian dan pemerkosaan ini tidak hanya dari kelompok militer saja, warga sipil baik orang tua, pemuda, wanita, dan anak-anak juga menjadi korban kekejaman dari pembantaian ini. Pembantaian ini merenggut sekitar 400 ribu jiwa rakyat Nanjing. Bukannya membuat mental orang Tiongkok semakin lemah, sebaliknya teriakan perlawanan rakyat Tiongkok terhadap Jepang semakin kuat dan keras.
Pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada sekutu. Tentu saja ini adalah hal yang menggembirakan bagi rakyat Tiongkok, sebab selama 8 tahun lamanya mereka berhasil memenangkan perang melawan Jepang dan menjadi salah satu pemenang dalam Perang Dunia Kedua.
Jepang menyerah kepada Tiongkok |
Narasi Jepang yang mengatakan hanya butuh waktu 3 bulan untuk menguasai Tiongkok, nampaknya gagal total dengan semangat juang Tiongkok yang tinggi selama 8 tahun. Kekuatan persatuan Tiongkok memang tidak boleh diremehkan. Baik kubu Jiang Jie Shi maupun Mao Ze Dong, meskipun memiliki ideologi yang berbeda, namun ketika tanah air mereka sedang dalam bahaya, maka mereka langsung bersatu menjaga kedaulatan Tiongkok.
Apa yang terjadi kepada Partai Nasionalis dengan Partai Komunis setelah Perang Dunia Kedua?
bersambung
Komentar
Posting Komentar