Antara Cina China dan Tionghoa


Nampaknya masih banyak masyarakat Indonesia yang masih belum memahami dengan jelas perbedaan istilah Cina, China, Tionghoa dan Tiongkok, masyarakat keturunan Tionghoa pun juga sering salah memahaminya. 

Istilah Cina atau China ini memiliki asal-usul yang sama, hanya saja Cina berasal dari bahasa Melayu, sementara China berasal dari bahasa Inggris. Istilah China merujuk kepada nama salah satu dinasti dalam sejarah Tiongkok yaitu  秦 / Qin (dibaca cin) , dimana dinasti ini dipimpin oleh seorang kaisar bernama 秦始皇 / Qin Shi Huang yang juga kaisar pertama dalam sejarah Tiongkok yang berhasil mempersatukan Tiongkok. 

Pada saat itu belum ada istilah 中国 / Zhong Guo (Tiongkok), maka orang Tiongkok dan orang luar menyebut Tiongkok sebagai negara Qin. Istilah Qin ini oleh orang Persia disebut Chi, oleh orang Romawi kuno disebut Chin, setelah itu berubah menjadi China. 

Istilah China pun merujuk kepada suatu benda yaitu guci. Guci Tiongkok sendiri pun mulai masuk ke Eropa sekitar abad ke-16 melalui jalur sutra laut, terlebih lagi guci asal Tiongkok ini dianggap sebagai simbol kebangsawanan oleh orang-orang Eropa dan sejak saat itulah guci asal Tiongkok disebut China. 

Jika melihat sejarahnya, makna dari istilah China sendiri sebenarnya sangat bagus. Seharusnya istilah China / Cina sendiri menjadi suatu kebanggaan bagi orang Tiongkok atau keturunan Tionghoa di luar negeri. Lantas mengapa istilah China / Cina di Indonesia dianggap negatif, sensitif dan tidak sopan? 

Awalnya istilah Cina sendiri di Indonesia tidak dicap sebagai istilah yang negatif, namun karena kolonialisme Belanda yang menerapkan politik Divide et Impera, maka hubungan antara kaum pribumi dan Tionghoa yang awalnya baik berubah menjadi saling membenci. 

Karena terjadi konflik sosial antara pribumi dan Tionghoa, maka kaum pribumi sering mengucapkan istilah Cina dengan aksen yang penuh rasa kebencian dan kemarahan, sehingga sejak saat itulah istilah Cina menjadi sangat negatif, dianggap tidak sopan dan tidak meghormati terhadap masyarakat Tionghoa. Selain pengaruh penjajahan Belanda, istilah China pun juga mendapat pengaruh negatif dari Jepang. 

Sejak kekalahan Tiongkok dengan Jepang pada perang 甲午战争 / Jia Wu Zhan Zheng (1894-1895) hingga berakhirnya perang dunia kedua, pemerintah Jepang menyebut nama negara Tiongkok dengan istilah 支那 / Zhi Na atau dalam pelafalan bahasa Jepang disebut Shina. 

Istilah Zhi Na ini merupakan sebutan diskriminatif dan bersifat merendahkan karena Tiongkok selalu kalah berperang dengan Jepang. Dampak dari sebutan ini juga memengaruhi orang keturunan Tionghoa, mereka dianggap sebagai orang rendahan dan kalahan.

Pada tahun 2014, Presiden Ke-enam Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membuat Keppres Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pres.Kab/6/1967, Tanggal 28 Juni 1967. 

Keppres ini memutuskan semua kegiatan penyelenggara pemerintahan, penggunaan istilah orang atau komunitas Tjina/China/Cina diubah menjadi orang atau komunitas Tionghoa, dan untuk penyebutan negara Republik Rakyat China diubah menjadi Republik Rakyat Tiongkok. 

Sudah tidak zamannya lagi masyarakat Indonesia masih membahas perbedaan ras, suku dan agama, saya pribadi menganjurkan kepada teman-teman menggunakan istilah Tionghoa. Mungkin anak muda Tionghoa sekarang tidak terlalu memikirkan masalah tersebut, namun tetap saja masih banyak orang yang tua maupun yang muda sangat peka terhadap istilah Cina dan Tionghoa. 

Ada sebuah kalimat mengatakan “四海之内皆兄弟” yang artinya di empat penjuru lautan, semuanya saudara. Mari sebagai sesama warga Indonesia, sudah seharusnya kita saling menghormati satu sama lain, berjuang untuk kemajuan Indonesia tanpa membedakan ras, suku dan agama orang lain. 

“给予立而立人,己欲达而达人”  seorang yang berperi Cinta Kasih ingin dapat tegak, maka berusaha agar orang lain pun tegak, ia ingin maju maka berusaha agar orang lain pun maju.  

Sumber : 

https://nasional.kompas.com/read/2014/03/19/1458446/Presiden.SBY.Ganti.Istilah.China.Menjadi.Tionghoa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jenderal Berjenggot Indah (Ketiga)

Kisah Cinta: Legenda Siluman Ular Putih

5000 Tahun Tetap Eksis